Minimum viable product membuat kami dapat merancang produk dengan fitur paling penting terlebih dahulu sehingga memudahkan proses pengembangan selanjutnya.
Dian Charlo Valentine
01 Oktober 2021 • 7 mins reading
Menciptakan sebuah produk nyatanya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh pertimbangan matang dan terencana agar di akhir hari, produk kita dapat memberikan manfaat untuk pengguna. Membuka kesempatan bagi mereka untuk berkarya.
Maka, agar kami dapat menuangkan ide dan merealisasikannya ke dalam bentuk yang nyata, kami menggunakan minimum viable product sebagai langkah pertama. Kami mendesain produk dengan mengembangkan fitur yang paling penting terlebih dahulu demi memperoleh tanggapan pengguna sedini mungkin. Semua demi menjaga relevansi ide dengan solusi yang memang dibutuhkan target pengguna produk.
Dalam pengembangan produk, minimum viable product atau sering disingkat MVP adalah produk dengan fitur-fitur yang memiliki fungsi dasar. Namun, penjelasannya tidak berhenti sampai di situ. Ada dua kata kunci di sini, yakni minimum dan viable. Minimum berarti produk tersebut merupakan versi yang paling sederhana. Namun, meskipun masih berupa versi paling simpel, produk tersebut tetap harus viable atau berfungsi.
Maka dari itu, sebuah produk yang didesain menggunakan minimum viable product sudah semestinya berisi fitur yang tidak hanya minimal, tetapi “cukup”. Artinya, produk tersebut sudah cukup untuk menarik minat early adopter untuk menggunakannya.
Minimum viable product juga digunakan untuk melakukan validasi ide pada calon pengguna. Ini karena produk akan lebih cepat diluncurkan ke market sehingga kami memperoleh data tingkah laku (behavior) calon end-user lebih cepat. Selanjutnya, kami dapat melakukan evaluasi dan iterasi produk. Maka pada pengembangan versi berikutnya, kualitas produk juga akan terus meningkat sebagai upaya penyempurnaan.
Minimum viable product berperan penting dalam strategi pengembangan produk. Ini karena proses pembuatan sebuah produk memakan waktu, energi, dan biaya yang tidak sedikit. Sebuah perusahaan tentunya tidak ingin semua unsur tersebut terbuang percuma akibat produk yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.
Oleh karena itu, dengan metode pengembangan minimum viable product, kami dapat mengetahui apakah produk yang sedang dikembangkan tepat guna dan merupakan jawaban atas kebutuhan calon pengguna. Kami dapat menggali celah-celah yang muncul dalam proses pengembangan produk, kemudian melakukan iterasi secara berkelanjutan untuk menyesuaikan antara kebutuhan pengguna dengan fitur-fitur yang dikembangkan.
Kami melakukannya dengan mendengarkan kata konsumen. Kami mendengar mulai dari keluh kesah, kebutuhan, hingga alasan di balik apa yang mereka butuhkan. Setelah semua berhasil diulik, maka kami akan membuat minimum viable product sesuai hasil riset. Kebutuhan pengguna pun dapat terjawab sedini mungkin tanpa perlu menghabiskan lebih banyak waktu, energi, dan biaya dalam prosesnya.
Manfaat minimum viable product adalah kita bisa mendapatkan perhatian early adopter dan membuktikan suatu ide produk sedini mungkin, sehingga kita tidak perlu membuang sumber daya (budget, manpower, dan lain-lain) dengan percuma.
Proses onboarding pengguna pun jauh lebih cepat karena mereka sudah familiar dengan produk. Bahkan, meskipun sosialisasi dibutuhkan untuk memperkenalkan produk ke massa yang lebih banyak, kami tidak perlu bergantung pada kegiatan tersebut. Melalui simulasi berulang dari pengujian minimum viable product, pengguna sudah mengenal produk tersebut jauh sebelum sosialisasi dilakukan.
Hasilnya, produk kami pun semakin padu dengan kebutuhan pengguna. Hal ini mengindikasikan bahwa kami dapat menyediakan solusi sejak tahap awal pengembangan produk. Setelahnya, apabila tujuan bisnis sudah terpenuhi, kami dapat menggali peluang-peluang lain dari produk yang kami ciptakan, baik itu berupa penambahan fitur maupun layanan baru. Tentunya, opsi pengembangan ke arah yang baru ini juga didasari oleh riset, pengujian, serta kebutuhan pengguna.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, minimum viable product terdiri atas dua kata kunci: minimum dan viable. Nyatanya, keduanya turut menjadi karakteristik dari sebuah minimum viable product. Berikut adalah karakteristik minimum viable product:
Nah, untuk memprioritaskan fitur yang akan dimasukkan ke dalam minimum viable product, kami berpedoman pada Impact Effort Matrix. Impact Effort Matrix adalah metriks yang digunakan untuk menentukan aksi selanjutnya setelah akar permasalahan telah diketahui.
Salah satu kunci sukses minimum viable product adalah keberhasilan tim dalam menentukan fitur esensial dalam versi awal sebuah produk. Maka, melalui metriks di atas, kami dapat mengkategorikan fitur mana saja yang termasuk ke dalam high/low impact dan high/low urgency, sembari mengintegrasikannya dengan tujuan bisnis dan kebutuhan pengguna. Barulah setelah itu, kami bisa melanjutkan ke proses produksi.
Untuk membuat minimum viable product, ada enam tahap yang mesti dilalui. Keenam tahapan tersebut adalah:
Bank BRI turut memanfaatkan minimum viable product sebagai strategi pengembangan produknya. Apa yang dilakukan oleh divisi Banking Development & Operation (DDB) menjadi contoh bagaimana kami menerapkannya.
Dalam proses pembuatan minimum viable product, setiap bagian tim DDB Bank BRI seperti Product Manager, UI/UX Designer, Front-end dan Back-end Engineer, hingga Quality Assurance Engineer memiliki tugasnya masing-masing. Tugas-tugas kami dalam perancangan minimum viable product adalah sebagai berikut:
Keempatnya berpadu dalam mendesain minimum viable product untuk produk-produk Bank BRI. Salah satunya adalah pengembangan Ultra Mikro Corner (UMi Corner), aplikasi terintegrasi antara tiga entitas BUMN, yakni Bank BRI, PT Pegadaian, dan PT Permodalan Nasional Madani yang bertujuan untuk melakukan cross-selling produk bagi nasabah di segmen usaha ultra mikro.
UMi Corner baru saja diluncurkan pada Agustus 2021 lalu sebagai webview yang menempel pada parent app milik BRI, BRISPOT. Maka, itulah bentuk minimum viable product UMi Corner saat ini, yakni fitur webview di dalam aplikasi BRISPOT.
Sesuai dengan langkah-langkah pembuatan minimum viable product yang telah dijelaskan, pertama-tama kami menentukan tujuan bisnis UMi Corner terlebih dahulu. Setelah itu, kami berusaha mengenali calon pengguna, yakni pelaku usaha ultra mikro. Kami melakukannya melalui skema usability testing dengan melakukan wawancara kepada mereka. Di tahap ini, kami memastikan supaya tujuan bisnis tetap relevan dengan kebutuhan di lapangan.
Selanjutnya, kami menguji prototipe desain UMi Corner kepada para narasumber untuk melihat user experience dan user journey sekaligus memperoleh feedback dari mereka. Kami mempelajari tingkah laku dan cara pikir pengguna sedini mungkin untuk diterapkan pada produk.
Kemudian, setelah webview UMi Corner diluncurkan, kami terus melakukan iterasi dan memonitor respons pengguna terhadap minimum viable product tersebut. Proses iterasi secara berkelanjutan membuat kami memahami rintangan yang dihadapi pengguna UMi Corner sehingga kami bisa segera memberikan solusi yang tepat guna.
Dari seluruh penjelasan mengenai minimum viable product, ada satu kata yang menjadi inti dari semuanya: empati.
Apabila kami ingin menciptakan produk yang bersifat customer-centric, maka kami harus bisa berempati kepada user sekaligus peduli terhadap produk yang dikembangkan. Di sisi lain, kami pun harus melakukannya dengan taktis, efektif, dan efisien melalui kolaborasi antar anggota tim.
Maka, penerapan minimum viable product sangat berhubungan dengan spirit Agile, di mana pengembangan produk berpusat pada pengembangan bertahap (incremental), komitmen terhadap komunikasi dan kolaborasi, serta selalu berbicara apa adanya terkait proyek, baik itu perkembangan hingga celah yang muncul.
Pendekatan Agile dan implementasi minimum viable product membuat segala proses dalam pengembangan produk berlangsung cepat, aktif, dan efektif. Selain itu, sebagai bank yang memiliki jaringan nasabah hingga ke segmen ultra mikro, Bank BRI berusaha memberikan layanan terbaik dengan menciptakan produk yang relevan melalui penerapan strategi pengembangan produk ini.
Kami mendengarkan pengguna. Karena kami percaya, bahwa produk terbaik adalah produk yang memberikan manfaat. Produk yang membantu pengguna mencapai tujuan hidup mereka. Produk yang mengukir senyum dan makna di akhir hari.
Dian Charlo Valentine
Senior Manager
Divisi Digital Banking Development & Operations