Dengan melakukan usability testing, tim dapat mengetahui sejauh mana pemahaman pengguna terhadap rancangan produk kami.
Ardhanu Bismo Murti Pamungkas
18 Juni 2021 • 5 mins reading
Bayangkan jika Anda sedang butuh pinjaman uang tunai secara cepat. Setelah menghabiskan beberapa menit untuk browsing, Anda menemukan Pinang, aplikasi pinjaman bank pertama di Indonesia milik BRI. Tak lama kemudian, Anda mengunduhnya di Google Play dan ingin segera memanfaatkan berbagai fitur Pinang.
Namun, apa jadinya jika ternyata Anda justru tidak bisa memahami alur hingga cara kerja fitur-fiturnya? Bagaimana jika Anda kebingungan sendiri? Bisa jadi, yang awalnya Anda tertarik memakai aplikasi tersebut malah batal menggunakannya akibat aplikasi yang tidak user-friendly.
Di sinilah letak pentingnya usability testing, sebuah metode pengujian untuk memastikan pengguna mendapatkan pengalaman terbaik saat mengoperasikan berbagai produk BRI.
Usability testing adalah metode untuk melakukan validasi atas rancangan produk yang sudah dibuat. Usability testing dilakukan dengan meminta calon pengguna untuk menggunakan produk. Produk yang dimaksud dapat berupa situs (website), aplikasi, hingga sistem. Selanjutnya, Tim Produk akan mengamati tingkah laku hingga reaksi mereka ketika menggunakan produk tersebut.
Sebagai salah satu tahap desain produk, usability testing memiliki peranan penting agar produk yang kami rancang menjadi lebih tepat guna dan sasaran. Berbagai referensi memang menyebutkan bahwa tujuan usability testing adalah untuk melihat mudah tidaknya pengguna dalam mengoperasikan suatu produk. Namun, lebih dari itu, usability testing juga dapat memastikan kesesuaian antara rancangan produk, tujuan bisnis perusahaan, dan pengalaman pengguna (user experience).
Dengan usability testing, kami dapat mengobservasi tingkat efisiensi produk berdasarkan pengalaman langsung pengguna. Pada akhirnya, kami dapat mengamati kecocokan rancangan produk dengan kebutuhan nasabah.
Di BRI, tim yang terlibat dalam proses usability testing terdiri atas empat orang: Product Owner, Product Manager, Developer, dan tentunya, Product Designer. Kami berkolaborasi agar usability testing berjalan lancar dan tepat sasaran.
Sebelum melakukan usability testing, tentunya kami perlu melakukan persiapan terlebih dahulu. Bentuk persiapan tersebut adalah:
Perlu diketahui bahwa setiap produk BRI memiliki user persona-nya masing-masing. User persona adalah karakter fiktif yang menggambarkan target audiens suatu produk. User persona ditentukan berdasarkan pelanggan asli produk serta melalui kebutuhan, tujuan, hingga pola perilaku mereka.
Proses membuat user persona ini turut menentukan jumlah responden usability testing. Untuk membuat satu user persona, jumlah minimal responden yang diperlukan adalah 5 orang. Mereka akan mengikuti skenario usability testing yang berisi berbagai fitur suatu produk. Maka, dapat disimpulkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan usability testing bergantung pada jumlah responden serta jumlah fitur produk yang diuji.
Dalam 1 hari, kami dapat menguji maksimal hingga 4 skenario usability testing. Jika ditotal, satu skenario usability testing dapat diselesaikan dalam waktu 3-7 hari. Tiga hari merupakan waktu paling cepat, sementara idealnya adalah satu minggu.
Kemudian, dalam melaksanakan usability testing, kami memerlukan lima perangkat ini:
Akan tetapi, selama masa pandemi, kami mengutamakan penggunaan video call conference software seperti Zoom dan Google Meet. Adapun tahapan proses pengujian usability testing adalah sebagai berikut:
Apabila hasil usability testing ternyata tidak sesuai dengan rancangan awal, maka kami akan menganalisisnya lebih lanjut. Untuk setiap produk yang dilakukan uji usability testing, tentunya memiliki letak kekeliruan yang berbeda-beda.
Misalnya, untuk aplikasi pengajuan pinjaman online milik Bank BRI dan BRI Agro, Pinang. Melalui usability testing, kami mendapati bahwa drop rate (tingkat penurunan kegunaan suatu fitur) terletak di bagian pengisian data dan pendaftaran akun. Kami mengetahui bahwa pesan yang kami susun tidak sepenuhnya sampai kepada pengguna. Kami pun dapat merancang ulang aplikasi agar lebih tepat guna sekaligus menyesuaikannya dengan tujuan bisnis kami.
Hasilnya, aplikasi Pinang kini jauh lebih baik dari segi user experience hingga akhirnya dapat membantu nasabah menyelesaikan masalah. Dari contoh ini, dapat dipahami bahwa usability testing sangat bermanfaat untuk menyesuaikan kepentingan bisnis suatu produk dengan kebutuhan pengguna.
Dari berbagai metode usability testing yang ada, kami lebih banyak menggunakan dua metode yakni moderated testing dan remote unmoderated testing.
Moderated testing adalah sesi usability testing di mana responden diawasi secara langsung oleh tim penguji. Tim tersebut bertugas memperkenalkan tes kepada responden, menjawab pertanyaan mereka, dan mengajukan pertanyaan lanjutan apabila diperlukan. Sementara itu, unmoderated testing dilakukan tanpa pengawasan langsung dan umumnya berbentuk survey.
Tingkat akurasi kedua metode tersebut bergantung pada tujuan awal dilakukannya usability testing. Jika tujuannya adalah untuk mencari data kuantitatif, akan lebih efektif menggunakan metode remote unmoderated testing. Sedangkan jika tujuannya adalah untuk menggali insight dan potensi produk, maka moderated testing menjadi pilihan yang tepat. Tentu saja, kami mematuhi protokol kesehatan yang berlaku ketika melakukan moderated testing ini.
Selain itu, karena kami memetakan potensi produk berdasarkan domisili audiens, maka tak jarang kami harus pergi ke luar kota untuk melakukan usability testing. Contohnya, aplikasi Pinang memiliki potensi pasar yang besar di Bandung. Maka, untuk mengetahui lebih dalam mengenai potensi Pinang, kami mesti pergi ke Bandung dan melakukan usability testing dengan target responden di wilayah tersebut.
Ukuran kesuksesan usability testing ditentukan dengan skala yang dinamakan System Usability Scale atau Skala Kegunaan Sistem.
Kami menetapkan skor yang ingin diperoleh sejak sebelum melaksanakan usability testing. Skor ini kemudian menjadi acuan kami dalam menentukan layak tidaknya sebuah produk untuk lanjut ke tahap pengembangan selanjutnya. Umumnya, grade C (Passive, Marginal, OK) menjadi standar minimal yang dipakai untuk memastikan sebuah produk lolos usability testing. Berdasarkan berbagai, skor tersebut sudah di atas rata-rata, tetapi masih bisa ditingkatkan lagi untuk ke depannya.
Hasil usability testing berbentuk rekomendasi yang dapat disesuaikan dengan tujuan utama rilisnya suatu produk. Oleh karena itu, tanggapan responden tidak sepenuhnya kami terima. Tetap ada -pertimbangan-pertimbangan lain dari segi bisnis.
Sebagai salah satu anggota inti dalam pelaksanaan usability testing, Product Designer BRI harus memahami betul setiap langkah yang dibutuhkan. Tak hanya dari sisi implementasi desain semata, tetapi juga harus mampu menerjemahkan informasi yang diperoleh secara akurat.
Oleh karena itu, jika Anda ingin menjadi Product Designer di BRI, Anda membutuhkan hardskill dan softskill tertentu. Untuk hardskill, Anda setidaknya harus menguasai satu tools UI Development/Design.
Salah satu tools yang kami manfaatkan di BRI adalah Figma. Alasannya adalah karena tools tersebut membuat tim dapat melakukan kolaborasi langsung (live & real-time collaboration). Seluruh anggota tim dapat memantau perkembangan proyek tanpa perlu meminta dokumen sehingga ritme pekerjaan dapat berjalan cepat namun tetap efektif.
Sementara itu, softskill yang dibutuhkan adalah kemampuan komunikasi yang lancar, menyimpulkan informasi, bernegosiasi, serta kepemimpinan. Sebagai Product Designer, Anda tidak hanya membuat produk yang selaras dengan tujuan bisnis perusahaan saja. Anda pun harus bisa melakukan wawancara dengan orang-orang dari berbagai latar belakang sehingga softskill sangat penting untuk dimiliki Product Designer BRI.
Pesan terakhir untuk Anda yang ingin menjadi keluarga divisi Product BRI: semua orang, termasuk Anda, pasti bisa menjadi Product Designer asal memiliki keinginan kuat untuk terus belajar.
Ardhanu Bismo Murti Pamungkas
Product Designer BRI
Divisi Product Policy Credit