PODCAST

AI untuk Credit Scoring dan Digital Verification Memudahkan Loan

Credit Scoring telah lama digunakan di industri finansial untuk menunjukkan skor kelayakan kredit nasabah dan kemampuan untuk membayar utang.

Tio Anta Wibawa

Tio Anta Wibawa

16 Oktober 2020 • 2 mins reading

AI untuk Credit Scoring dan Digital Verification Memudahkan Loan

Credit Scoring telah lama digunakan di industri finansial untuk menunjukkan skor kelayakan kredit nasabah dan kemampuan untuk membayar utang. Ada banyak pertimbangan untuk menentukan skor kredit seseorang, misalnya usia, status perkawinan, jumlah tanggungan, lama bekerja, dan lain-lain. Skor kredit bisa digunakan untuk menentukan banyak hal, selain keputusan pemberian pinjaman, skor kredit juga bisa digunakan untuk penentuan asuransi, kelayakan pascabayar telepon, dan lain-lain. Di Indonesia, data skor kredit seseorang dapat dicek melalui Bank Indonesia. 

Selama ini, proses penentuan skor kredit cenderung eksklusif dan hanya menjangkau lapisan masyarakat yang memiliki riwayat kredit, serta jumlah tabungan yang memadai. Namun, dengan menggunakan kecerdasan buatan serta machine learning, proses credit scoring menjadi lebih mudah dan dapat menjangkau siapa saja. Misalnya pada aplikasi Ceria yang merupakan aplikasi Digital Consumer Loan serta aplikasi Pinang yang merupakan aplikasi Digital Ultra Micro Loan, keduanya menggunakan machine learning untuk menganalisis data kebiasaan transaksi calon debitur untuk menentukan layak atau tidaknya seorang calon nasabah diberi pinjaman. Machine learning akan menganalisa probability of default atau kemungkinan seorang calon debitur gagal membayar hutang berdasarkan data-data historikal transaksinya.

Pemodelan dilakukan dengan metode ensemble decision tree atau gabungan beberapa decision tree untuk menghasilkan prediksi yang lebih akurat daripada pada single decision tree dengan XGBoost atau extreme gradient boosting. Gradient boosting menggunakan pendekatan dengan membuat pemodelan baru yang mengoreksi beberapa kesalahan prediksi pada pemodelan-pemodelan sebelumnya hingga tercipta pemodelan baru yang lebih akurat. Pendekatan ini dinamakan gradient boosting karena menggunakan algoritma gradien menurun hingga didapatkan nilai minimum lokal untuk meminimalisir kerugian akibat salah prediksi. Hasil dari pemodelan ini adalah suatu nilai probabilitas yang menunjukan apakah nasabah tersebut layak atau tidak mendapatkan pinjaman.

Setelah proses credit scoring selesai dianalisis menggunakan machine learning dan kecerdasan buatan dan seorang calon debitur dinyatakan berhak mendapatkan pinjaman dengan plafon dan tenor tertentu, proses selanjutnya adalah verifikasi data calon debitur untuk menghindari fraud atau kredit fiktif. Untuk mempersingkat durasi proses verifikasi data, BRI juga menggunakan kecerdasan buatan pada proses verifikasi digital. Verifikasi digital dilakukan dengan mencocokkan wajah pada KTP dengan foto selfie dengan bantuan teknologi facial recognition. Secara teknis, data wajah pada file image yang di-encode dengan metode Base64. Base64 ini adalah sistem penyandian (encoding) dari data biner menjadi teks, sehingga saat ditransfer data tidak akan bisa dimodifikasi yang menyebabkan data menjadi berubah saat proses transfer, sehingga keakuratan facial recognition dapat terjaga.

Setelah proses pencocokkan data wajah menggunakan facial recognition, proses selanjutnya adalah penandatanganan secara digital sebagai tanda bukti bahwa perjanjian antara kedua belah pihak sudah disetujui. Untuk mendukung proses penandatanganan digital ini, BRI didukung oleh pihak ketiga yaitu Privy yang memiliki kekuatan dan akibat hukum yang sah selayaknya tanda tangan di atas kertas.

Tio Anta Wibawa
Assistant Manager Big Data Analyst - Digital Center Of Excellence Division